Hari ini bertepat tanggal 19 September 2010, telah lahir anak laki-laki dan perempuan kembar. Yang laki-laki diberi nama Rama, sedangkan yang perempuan diberi nama Yana. Kelahiran kedua anak itu merubah alur cerita hidup keluarganya. Kedua orang tuanya telah 15 tahun menanti kelahiran anak mereka. Dan kini, doa dan harapan mereka telah terkabul. Bahkan, Tuhan memberikan mereka 2 anak sekaligus. Rahmat Tuhan sedang berpihak kepada mereka dan serta itu tak pernah putus sampai kedua anak kembar itu bertumbuh besar menjadi anak remaja.
Rama dan Yana tumbuh menjadi anak yang sehat, baik dan tau balas budi. Di sekolah, mereka selalu menjadi buah bibir semua orang karena kebaikan dan kepintaran mereka. Tak jarang, banyak lelaki yang menyukai Yana. Selain cantik, Yana juga lemah lembut dan pengertian. Sikap feminin Yana sangat mencuri perhatian siswa laki-laki. Namun, walaupun begitu, Yana tidak sombong dan bersyukur atas kelebihan yang telah diberikan Tuhan kepadanya.
Berbeda jauh dengan Rama. Semenjak Rama mengetahui bahwa Yana jauh lebih populer dibanding dirinya, Rama sering minder dengan dirinya sendiri. Ia malu dengan adik kembarnya itu. Yana menjadi bingung menghadapi sikap kakak kembarnya itu. Sikap Rama berubah drastis. Rama menjadi sering marah tidak jelas, sering menghilang saat pelajaran hanya sekedar untuk menghindari Yana dan lebih suka berdiam di perpustakaan dibanding berkumpul bersama teman-temannya hanya demi menghindari teman-temannya yang sering memperbincangkan Yana di hadapannya. Bahkan banyak di antara mereka yang ingin tau lebih banyak tentang Yana karena mereka itu kembar.
Gara-gara itu hubungan persaudaraan Rama dengan Yana menjadi tidak seharmonis waktu mereka kecil dulu. Setiap hari selalu dipenuhi dengan pertengkaran diantara mereka. Kedua orang tua mereka sudah berusaha keras memberikan pengertian kepada Rama untuk tidak menyalahkan Yana atas masalah yang terjadi di antara mereka. Orang tua mereka selalu berkata demikian,"Kalian tidak boleh bertengkar terus dong. Kalian kan kembar, kalian mempunyai ikatan batin yang kuat dan kami tidak mau hubungan kalian rusak hanya karena perbedaan fisik."
Dan Rama sering berkata demikian,"Ma, Pa. Rama malu seperti ini. Kenapa sih aku dilahirkan sebagai laki-laki? Aku rugi seperti ini! Aku tidak pernah bisa diatas Yana. Aku dan Yana memang sama-sama pintar tetapi kenapa Yana yang sangat dihormati di sekolah dibanding aku? Apakah aku sedemikian jeleknya di mata orang? Kenapa harus aku yang memiliki wajah seperti ini??"
"Kamu bodoh,Ram. Kamu bodoh! Kamu tidak mengerti keadaanmu sendiri. Kamu tidak bisa melihat kondisimu sendiri. Aku sadar, kamu memang memilki wajah yang pas-pasan. Tapi kamu tidak ada hak untuk menentang atas dirimu ini! Aku juga manusia biasa, aku juga tidak suka kalau terlalu disayang dan disandang orang paling tinggi satu sekolah. Karena aku sadar dan sangat sadar, kamu akan tersinggung dan tambah merasa rendah diri. Aku gak mau seperti itu! Dimana Rama yang aku kenal dulu?"
"Rama yang dulu, udah gak ada lagi! Aku lebih memilih menjadi anak perempuan dari pada harus seperti laki-laki berwajah jelek!"
"Baiklah, kalau kamu ingin menjadi anak perempuan, lalu namamu mau jadi apa?"
"Entahlah. Yang pasti aku tidak suka aku yang sekarang."
"Rama sayang, Mama dan Papa mengerti kesedihanmu. Tapi kamu tidak boleh seperti anak kecil. Perbedaan fisik antara kamu dan Yana itu sama sekali bukan keinginan Mama dan Papa. Bahkan Mama dan Papa tidak menyangka bisa seperti ini jadinya."
"Rama, jagoan Papa. Kamu memang tidak sepopuler Yana. Akan tetapi kamu memiliki kepintaran yang jauh dibanding Yana. Sadar gak sadar, kamu bisa mendapat nilai 9 sampai 10 setiap minggunya. Sedangkan Yana, Yana memang sama pintarnya denganmu, tetapi nyatanya Yana mengaku sulit mendapat nilai 10 setiap minggunya. Coba kamu lihat hasil ulangan dan raport kalian. Bandingkan. Yana sering mendapatkan nilai 8 atau 9. Untuk mendapatkan nilai 10, itu jarang sekali. Sangat jarang."
Sesaat Rama berfikir sejenak. Ia tidak dapat berkata apa-apa. Rama terdiam dan menunduk mendengarnya. "Aku tau, kamu bisa melampaui aku karena hobi kamu membaca di perpustakaan. Dan ternyata itu terbukti. Kamu lebih pintar dari pada aku meski perbedaannya beda tipis."
Tiba-tiba Rama menjatuhkan dirinya dan duduk di lantai dan tetap mengunci rapat mulutnya. Yana pun ikut berlutut di depan Rama dan memeluk saudara kembarnya. Air matanya pun ikut membasahi pipinya. Melihat itu, kedua orang tua mereka perlahan-lahan keluar meninggalkan anak mereka di kamar Rama yang masih bersuasana tegang.
"Ram, aku tau kesedihan yang sedang melanda hatimu. Aku tau banget sakit hatimu. Aku bisa merasakan semua kekecewaanmu yang kamu rasakan. Aku juga sedih kalau kamu seperti ini. Aku gak mau hubungan persaudaraan kita hancur berantakkan hanya karena perbedaan fisik. Kita harus menunjukkan ke semua orang, kalau kita adalah saudara kembar yang sama. Perbedaan fisik itu rahasia Tuhan. Rama, aku yakin kamu akan bisa menerima keadaan ini. Dan sampai kapanpun, kamu tidak bisa menyembunyikan yang sedang kamu rasakan ke aku karena kita adalah satu. Bagaimanapun rupa wajahmu, sifatmu dan fisikmu, kamu selamanya adalah saudara kembarku, Rama. Rama dan Yana adalah "satu"!"
Rama menjadi semakin memeluk Yana semakin kuat seakan tak pernah mau lepas. Rama berusaha menyadarkan dirinya bahwa di dunia ini hanya Yana yang mengerti keadaannya, bagaimana pun keadaannya Yana selalu ada dan setia menemani dan menguatkannya disaat ia sedang mengalami dilema perasaan dikarena perbedaan fisiknya dengan Yana.
Di akhir catatan ini, Rama dan Yana bersama-sama belajar saling mengerti keadaan masing-masing meski memerlukan waktu yang cukup lama untuk mengembalikan Rama yang dulu. Yana memang merasa kehilangan sosok Rama, akan tetapi semuanya terbayar lunas ketika keduanya mendapatkan penghargaan dan piala atas kejuaraan cerdas cermat di sekolahnya beberapa hari yang lalu.
Sejak itu pula, Rama perlahan-lahan berubah dan mencoba untuk selalu menghargai apapun yang menjadi miliknya sekarang. Ia bersyukur dan berterima kasih karena ia memiliki saudara kembar perempuan seperti Yana yang tak pernah lelah mengingatkannya akan arti kehidupan yang sesungguhnya.
No comments:
Post a Comment